Senin, 31 Maret 2014

Taklid = suka ikut-ikutan tuh mah berbahaya mak!


http://kabarislam.files.wordpress.com/2013/08/ashobiyyah.jpg?w=468&h=377

* Tulisan berikut tidak berhubungan dengan iptek dan hobi tetapi menyangkut masalah keyakinan/prinsip hidup *

Dear friends,

Kita tentu sudah sama-sama tahulah (yang blom tau mudah-mudahan sekarang jadi tahu) kalow sistem belajar ikut-ikutan apa kata orang (sesepuh, ortu, guru dll) alias sendiko dawuh (istilah jawa) itu dinamakan taklid (istilah modernnya = cuci otak).

Taklid itu cenderung kepada kesalahan/fitnah karena biasanya tanpa proses ittiba (perenungan, penelusuran kepada sumber asalnya) sehingga mencukupkan diri kepada penyampai berita (sebut saja gosiper atau dogmater) yang bukan sumber asal. Sehingga belum-belum sudah berpuas diri/mencukupi diri cukup sekian saja (tidak tepat).

Ciri-ciri:

1. Mengaku bermazhab/beraliran anu, tetapi jarang/bahkan tidak pernah mempelajari lebih dahulu tulisan karyanya anu, tetapi belajar dari referensi para pengikutnya.

2. Mengaku cinta anu dan pengikut anu, tetapi ternyata tidak langsung dan TUNTAS mempelajari dari sumber aslinya, yaitu perkataan si anu dari berbagai pengalaman (yang tidak hanya satu) dari si anu.

Bagi sebagian orang yang awam, MERASA ALIM/sotoy, intelejensi lemah, pendidikan rendah, kurang waktu/sibuk, kelelahan mental/stres kadang-kadang sulit mereposisi jati dirinya kembali, bahkan mencari obatnya dengan berguru sufisme, tariqat, meditasi, bunuh diri, ritual adat-adat fatamorgana yang memboroskan biaya dll yang kesemuanya itu bukanlah label/predikat asli penganut/pemeluknya.

Akibatnya orang seperti ini mudah tersesat dan menyalahkan orang lain dengan menyebut/alasan  textbook-manialah (padahal haqul yakin, dia pasti belum pernah baca referensinya secara menyeluruh), nggak sesuai dengan jamanlah, praktek dengan "teori" bedalah (jadi praktek itu ndak perlu teori dulu yah?), anti-sosial-lah ataupun kebalikan pemahamannya, yaitu "inilah inti ajaran itu", padahal dia baru baca/memahami sepotong belum keseluruhan/tuntas sehingga tidak tahu batas-batas relevansinya.

Karena itu sudah saatnya kita melakukan cek dan re-cek, intropeksi/self koreksi terhadap keyakinan kita, apakah sudah sesuai dengan bandrol isyarat dan syarat yang tersurat dalam teks sumber keyakinan masing-masing.

(gubahan dari artikelnya pak HPS)

Tidak ada komentar:

XHTML: Anda dapat menggunakan tag-tag ini (untuk menambahkan link dst): a href="",b,strong,del,i,strike

Posting Komentar

You may also like

Baca juga

You may also like

LinkWithin