Kamis, 19 Juni 2014

[ Selingan ] Blusukan atau kerja di kantor, baik mana?

Aureola amigo,

Awalnya judul artikel ini mo dibuat seperti ini: "Blusukan atau kerja di kantor, enak mana gan?", tapi ndak jadi, karena akan kehilangan esensi/potensi ceritanya...

Ya iyalah bro, udah tentu banyak orang akan menjawab enakan kerja di kantor kalee,,,,coz "blusukan" konotasinya adalah sebuah aktivitas yang mengandung makna "kesusahan/rumit", "penuh keringat" dan "kumuh" hehehe... (contoh: blusukan ke pasar, ke gudang, ke tempat2 becek, ke tempat2 sempit dll).

Beberapa pekerjaan yang terkait dengan "blusukan" seperti misalnya:

- Pengamen
- Pemulung
- Petugas survey
- Tukang sampah
- Sales
- Sidak pejabat

Sementara kerja "kantoran" biasanya seperti berikut:

- Admin
- Guru di kelas
- Programmer/desainer
- Tukang cukur
- Akunting
- Peneliti/analis

Adapun beberapa manfaat dari kerja "blusukan" (terutama bagi para pejabat) misalnya:

- Mengetahui kondisi riil masyarakat yang sebenarnya
- Menambah keakraban
- Menaikkan popularitas seseorang

Sementara dampak "negatifnya":

- Kesannya ndak mempercayai dan ndak memfungsikan bawahan
- Kesannya lebih hobi jalan2 sambil cuci mata, nyantai
- Kesannya gaptek, karena seharusnya bisa pake CCTV, SMS Center dan program online (seperti E-gov)
- Menambah anggaran untuk berpergian/keluyuran

Sementara kerja kantoran akan memiliki "poin2" keuntungan seperti:

- Ndak kepanasan dan kehujanan
- Bisa sambil maen game, facebook-an, internetan bahkan nonton TV
- Pendapatan lebih pasti/jelas

Nah beberapa karakter/motif dari "pejuang" blusukan dapat disebutkan karena...

- Tidak menyukai rutinitas atau terikat kantor
- Suka tantangan
- Hobi ngobrol dan suka kenalan (secara realtime a.k.a kopdar)
- Tidak terlalu suka berpikir, berhitung atau menyusun konsep
- Lagi kampanye

Jadi baek yang mana? Tergantung...

* semoga bermanfaat *

Jumat, 13 Juni 2014

[ Kajian ] Jangan jadi Pemimpin yang Out of Contect deh... [kompilasi]

http://rudicahyo.com/wp-content/uploads/2013/11/Profesi-Guru.jpg
@All,

Ane ndak menggurui loh ya [karena ane bukan guru], ndak mencela juga [karena ane bukan politisi]...cuman buat kritik pembangunan aja koq [sesuai header situs ini].

Hanya uneg-uneg dari seorang blogger jemuran dan rakyat pinggiran [bukan basa-basi, tapi apa adanya].

Mari ane cuplikkan kisah-kisah yang menarik sebagai berikut:


Kisah 1,

Kisah ini hanya terjadi di Republik Dagelan [semoga kisah ini ndak terjadi kedepannya].

Alkisah, disana pernah lahir seorang pemimpin yang dianggap 'kurang relevan' [maksudna apa nih?], berikut nih kisahnya...

1. Pemimpin itu ternyata ndak bisa mengukur kapasitas dirinya [sudah pantaskah jadi pemimpin? atau terlalu cepatkah?]

2. Ndak mandiri juga [masih bergantung pada orang lain [baca: kelompok atau negara lain]]

3. Ambisius dan oportunis lagi [untuk memperkaya diri dan kelompoknya/gila hormat]

4. Senangnya bernostalgia ke masa lalu [bukannya bicara konteks kekinian]

5. Klo ngegosip kagak mo kalah [daripada mencari solusi]

6. Sukanya mendompleng popularitas [kemasan bagus tapi ro ono isinya]

7. Senang berjanji dan bicara bombastis [tapi ndak ditepati dan ndak ada hasilnya]

8. Senang bicara OOT [bicara sedikit tapi dianggap bener/ngeles.com]

9. Senangnya menjual aset umum [istilahna bukan B2B, tapi B2P a.k.a P2B /Politic to Business]

Kesimpulannya, jangan terulang kembali.


Kisah 2,

* Thalut: seorang raja yang dijanjikan *

Thalut adalah seorang yang bertubuh tinggi, tegap, alim, dan sangat cerdas. Dia tinggal dan bekerja dengan ayahnya di ladang kepunyaan mereka.

Ketika ia ditemui nabinya bahwa dia telah terpilih sebagai raja yang bertugas untuk mengurus kaumnya, menyatukannya dibawah satu bendera dan melindunginya dari musuh2nya, Thalut sangat terkejut dengan tanggungjawab berat tersebut. Thalutpun memprotes sang Nabi bahwa dia hanyalah rakyat kecil, tidak memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan dan tidak memiliki kekayaan. Namun sang nabi meyakinkannya bahwa Tuhan telah memilihnya.

Kemudian Thalutpun didatangkan kepada kaumnya, kaum itu bertanya: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?"

Kemudian nabi mereka menjawab bahwa Thalut telah dianugrahi ilmu yang luas dan tubuh yang kuat.

Pelajaran yang dapat dipetik, seorang calon pemimpin ternyata ndak hanya diperhitungkan dari pengalamannya ajah, tapi juga dari mentalitas atau bakat leadership/kenegarawanan, keyakinan yang teguh, dan juga wawasan yang dimilikinya.  


Demikianlah Sang Satria Piningit akan muncul, yaitu seorang nabi akan menyertainya dan ciri-ciri fisiknya mirip dengan raja Thalut diatas.


Kisah 3,

Ada seorang penyembah batu di suatu masa. Setelah beliau berubah menyembah Tuhan Yang Maha Esa, maka dia kelak menjadi khalifah/raja kedua di masanya. Dia adalah Umar bin Khatab.

Manfaat yang bisa diambil, jika seorang sudah bertobat atau sudah berubah, bahkan sukses, maka ndak ada alasan lagi mengungkit-ungkit masa lalunya sebagai seorang pemimpin.


Yapz...ane tidak sedang BC atau mengkultuskan seseorang [karena nih cuman sekedar kompilasi isu selama ini, sesuai judul]. Tapi siapapun ente, jika nanti terpilih menjadi pemimpin, berjanjilah pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa ente tidak akan membuat negeri ini menjadi rusak gara-gara ente [klo perlu sumpah pocong,,,,ngoahehe]

Seperti kata om Iwan [Fals] yang pernah bersyair: "...Bicaralah yang lantang, jangan hanya diam..."

So, aku rapopo... [mosok?]

Rabu, 11 Juni 2014

Tips memilih Calon Pemimpin [berlaku dimana aja]

http://mnurmusa.files.wordpress.com/2014/04/pohon.jpg?w=698
Ngene ae bro,

Kalo emang niatnya demi perbaikan, maka landasan berpikirnya harus jelas. Smoga suara rakyat jelantah, eh jelata seperti saya ini didengar oleh banyak orang. Seperti kata pepatah usang:
"Suara rakyat adalah suara Tuhan"
Nah seperti apa sih poin-poinnya? Nih dia...

1. Strata tertinggi dari syarat yang diacu dalam penilaian adalah, seorang pemimpin atau calon pemimpin itu harus memiliki iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai landasannya. Kalo landasan ini tidak ada/tidak jelas, bagaimana bangunan itu akan ditegakkan/(terus) berdiri? 

Memang iman tiap orang itu tidak sama (naik turun). Tetapi iman akan berguna agar orang tetap rajin beribadah, dan sebagai reminder jika seorang pemimpin itu melakukan kesalahan (khilaf).

* kalo penulis mah masih sering khilafnya, makanya gak nyalonin wkwkwkwk *

Bagaimana mengupgrade iman itu? Tentu saja dengan (menambah) ilmu.

2. Setelah iman, urutan kasta ke-2 yang dinilai adalah akhlak. Akhlak secara simpelnya adalah masalah karakter atau tabiat, bisa bawaan atau binaan. Misalnya akhlak sopan, ramah, supel, charming, rajin, tegas, adil dan jujur (proporsionalitas).

Seperti kata petuah jaman dahulu:
"Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa"
Tetapi akhlak bukanlah segalanya, jika tidak disertai iman dan ilmu/kaidah alamiah. Makanya akhlak menempati urutan kedua. Seperti kata pepatah:
"Yang baik itu belum tentu benar. Tapi yang benar pasti baik"
3. Urutan ketiga yang dinilai dari seorang calon pemimpin itu adalah ilmu yang dimilikinya, atau wawasannya. Karena bagaimana mengetahui iman dan akhlak/perilaku/keputusan yang diambilnya itu sudah benar/tepat? Tentu dengan ilmu. Ilmu itu bisa berupa pengalaman, gagasan atau pembelajaran yang dimilikinya.

Memang batas-batas poin diatas sangatlah tipis dan seperti beririsan satu sama lain. Seperti kata idiom usang:
"Duluan mana telur atau ayamnya?"
Sebenarnya nih cuman masalah sudut pandang sajah. Karena kita sedang menilai suatu 'barang jadi', bukan prosesnya.

Nah sesudah ketiga unsur internal diatas menjadi bahan pertimbangan dalam menilai calon pemimpin, maka baru faktor2 lain (eksternal) diperhatikan. Seperti tentang ideologi dan latar belakangnya/track record, kinerja atau prestasinya. Dan juga team worknya, siapa pendukungnya dan apa motivasi pendukungnya/team worknya.

Nah urutan penilaian ini jangan dibolak-balik! Meskipun nantinya calon yang ada belum memenuhi kriteria yang ideal seperti yang diharapkan, urutan pengujiannya adalah tetap seperti diatas!! 

Manakala katakanlah ada 2 kandidat calon yang dipilih, dan ternyata setelah ditimbang-timbang, bobot/kriteria internalnya ternyata relatif berimbang satu sama lain, maka barulah dibandingkan kriteria2 eksternalnya.

Seperti pepatah bilang:
"Buah akan jatuh tidak jauh dari pohonnya"
Jikalau seorang kandidat 'dilahirkan/diciptakan' dari lingkungan komunal tertentu, maka seperti itulah karakter kelompok pendukungnya, yaitu memiliki kesamaan tabiat diantara para anggotanya.

Jadi demikianlah konsistensi poin pokok penilaian yang harus dilakukan. Setelah itu barulah DAPAT/BOLEH dipertimbangkan poin pelengkap lain seperti kesamaan visi, konsep, suku, ras, daerah, asal-usul, nasib dst.

Berikutnya adalah sebuah contoh kasus yang menarik untuk disimak:
Ada seorang kandidat yang 'dinilai/diduga' bermasalah, misal 'pernah' melanggar HAM di masa lalu (dan atas perintah siapa?).

Lha terus piye jal?

Ya gampang ajah bro. Kan baru diduga, blom ditahan/diproses?

Jikalau nantinya sang kandidat ini akhirnya ditahan juga, toh kan masih ada penggantinya, yaitu para kader dari pendukungnya?
Istilah populernya:
"Mati satu, tumbuh seribu"
Tinggal bagaimana mengatur mekanismenya ajah koq.

Nah bro, masih bingung atau sudah jelas pembahasannya?

Kalo masih blom jelas, silahkan bro mengupgrade ilmu sebanyak-banyaknya. Informasi banyak koq kalo mo cari....Dan sesudah berikhtiar optimal, maka kita serahkan saja pada yang diatas. CMIIW

;-)

Minggu, 08 Juni 2014

[ Selingan ] Be the best or do the best?

Streetfigterman VS Sang Pertapa image
Maksute iki opo cak?

Sebenernya apa yah yang bisa kita simak dari dua istilah diatas?

Straightforward, "Jadi yang terbaik" kayaknya agak kepreman-premanan gichu atawa jor-joran. Kosakata yang berhubungan misalnya:

"Lo jual, gue pasti beli.."
"Emeng gue pikirin?"
"Apa urusan eloe? Terserah gue dong!"
"Duit-duit gue"
"Kalo nggak gue jangan harap"
"Pokoknya gue banget gitu loh"

Sementara "ngerjain yang terbaik" keknya lebih tau diri deh, lumayan toleran, n lebih hemat bro. Kosakata yang berhubungan misal:

"Mari kita coba..."
"Bagaimana solusinya?"

Tapi solusi tetaplah solusi. Sebagus apapun ide, opini, sketsa, konsep, teori, doktrin kalo ndak dikerjain ya ndak bermakna-makna apa-apa selain menjadi penunggu gudang... * life is not theory but action *

Yah, namanya juga cuma selingan bro, kagak usah dianggap kek gimane-begimana gitu tulisannye, woles ajalah...tapi klo mo diseriusin yah mangga-mangga ajahlah...ngoahihi

Kamis, 05 Juni 2014

Logika matematika melawan Kampanye Hitam

pool8 image
Pluralisme dalam game bilyar
Gini pren,

Anggap contoh permainan bola bilyar sebagai nilai kebenaran. Nah jadi  apapun yang berhubungan dengannya termasuk atributnya seperti tata-tertib atau peraturannya 'pasti' benar.

Didalam logika matematika klub bilyar ini terdapat 4 elemen/anggota yaitu A, B dan C dan Dewan Pengurus (DP).

Suatu ketika A absen, ketika ditanya oleh DP, A menjawab klo ndak bermain bilyar (dulu) karena uang sewanya untuk biaya berobat. Nanti klo sudah ada uang, dia katanya mo maen bilyar lagi.

B juga ditanya pengelola mengapa dia tetap bermain bilyar. Jawabnya karena untuk refreshing setelah bekerja seminggu nonstop di tempat kerjanya.

C juga ditanya ternyata dia ndak suka bilyar (lagi) dan mau main yang lain saja, yaitu Road Race.

Maka nilai kebenarannya dari contoh kasus diatas hanya dihasilkan oleh A dan B saja meski konteks dan tingkatannya berbeda. Lha C bagaimana?

C perlu diadili di meja bilyar, eh 'meja hijau' oleh DP berdasar tartib karena diduga tidak memenuhi 'unsur-unsur' dalam atau berkenaan permainan bilyar tadi. Si C juga perlu diberi info atau bukti lengkap tentang permainan bilyar (jika belum tau) termasuk sejarah dan sangkut paut dengan permainan lain, kalo memang ada.

Akhirnya C bisa saja dianggap 'tidak bersalah' dan bernilai benar jika C (termasuk A dan B juga) tidak mengganggu (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap permainan klub bilyar (sesuai tartib) yang dianggap sebagai nilai kebenaran tadi.

Dalam hal ini A, B dan C terlihat saling plural satu sama lain. A, B, dan C jika berselisih juga dapat dipertemukan dengan DP. Sementara DP dapat juga digugat anggotanya jika tidak sesuai tartib. Bahkan tartib juga dapat direvisi bersama jika out of date alias tidak relevan lagi (kecuali jika tartib yang ada adalah nilai kebenaran mutlak).

Jadi untuk melawan adanya black campaign tanpa mengganggu makna pluralisme maka buat/sediakan saja regulasi tegas (jelas batas) yang mengikat bagi seluruh anggota.

Bayangin ajah klo klub bilyar tadi adalah sebuah negara, propinsi, kabupaten, kelurahan, rukun warga atau rukun tetangga...

R.U.READY?

You may also like

Baca juga

You may also like

LinkWithin