Minggu, 15 November 2015

Siapakah yang pantas mendapat gelar pahlawan nasional?

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Pembaca sekalian,

Upaya pemerintah untuk memberi anugerah simbol pahlawan bisa jadi sah2 saja. Yah, untuk menumbuhkan semangat kebangsaan, membangkitkan jiwa nasionalisme serta menghargai jasa2 perjuangan bagi sosok yang bersangkutan.

Namun karena sosok pahlawan (super hero) merupakan cermin & representasi dari kesuksesan & prestasi seseorang atas negaranya secara signifikan, maka poin yang juga tidak dapat diabaikan adalah nilai2 keteladanan yang dimiliki oleh tokoh tsb. #karena superhero bukanlah robot
"Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun kerso, tut wuri handayani" (Ki Hadjar Dewantoro)

Untuk itu pemerintah sebaiknya berhenti menampilkan basa-basi pencitraan kepada rakyatnya sendiri. Masyarakat adalah orang2 dewasa yang tidak bisa ditipu dengan kata2 manis seperti anak kecil saja. Masyarakat butuh karya & prestasi nyata dari pemerintah, bukan alibi2, opini2 & impian2 tentang masa depan tapi ujung2nya menjerumuskan terlebih dahulu (terkesan tidak membumi/lepas tangan).

Nah karena nilai keteladanan/nilai2 luhur adalah penting untuk wawasan pembelajaran, tokoh masyarakat/negara yang dipilih sebagai pahlawan hendaknya orang yang ahklaknya lurus (tidak tercela selama karirnya), terhormat secara sikap & budi pekerti, mempunyai sikap yang tegas & jiwa patriotisme, dan konsisten dalam membela kepentingan masyarakat umum (bukan golongan saja) serta seharusnya ditambah kriteria baru (standar/step yang lebih tinggi lagi di atas rata2) yaitu taat beribadah 'kepada' agamanya (bukan orang yang kontroversial secara agamis). #hari gini gichu loh, lets 2 moving on

Nah kalau kriteria 'kepahlawanan' bagi tokoh tsb baru separuh saja yang memenuhi, rasanya tidak layak untuk menjadikannya pahlawan nasional. #hari gini gichu loh, berilah keteladanan, bukan pencitraan, hargailah waktu orang...

Akhir kata, jikalau pemerintah tidak menetapkan standar seperti di atas, maka menurut hemat 'kami', pemerintah masih jalan di tempat, karena tidak ada kemajuan dalam cara berpikirnya.
"Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkahpun" (Bung Karno, bapak proklamator)

By Madara Uchiha, ZentroV, Ncb.

* Bonus:
- Rakyat Bertanya - Belakangan ini di layar kaca beredar iklan "Revolusi Mental" & cukup aktif ditayangkan.

Ane, selaku rakyat kecil, dan bisa dianggap mewakili rakyat kecil kurang mengerti apa itu "Revolusi Mental". Bahkan Nawacita-pun yang pernah ane dengar, ane tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu istilah macam apapula itu?

Pemerintah jadi seperti melakukan indoktrinasi & menuntut kepada masyarakat (dengan beriklan memakai "bahasa" yang tidak dipahami). Lebih baik kalau memakai jargon "Kembali ke jatidiri bangsa" atau "Mari aktifkan sila2 Pancasila" yang lebih familiar di otak kebanyakan rakyat kita, alih2 seolah ada gap antara rakyat dengan pemerintahnya sendiri.

"Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya" (HR. Bukhari, dari Abdullah bin Umar)
Thus, ada baiknya juga pemerintah & perangkatnya mempraktekkan apa itu Nawacita/Revolusi Mental pada dirinya sendiri dulu, sebelum diajarkan kepada rakyatnya...(ncb)

- Theosofi dan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
- Alasan Kenapa Warna Bendera Indonesia Merah Putih

Tidak ada komentar:

XHTML: Anda dapat menggunakan tag-tag ini (untuk menambahkan link dst): a href="",b,strong,del,i,strike

Posting Komentar

You may also like

Baca juga

You may also like

LinkWithin