Senin, 07 Juli 2014

[ Etika ] Pelaku penyimpangan, dihukum atau dibiarkan?

stpo sampaha image
Pemerintah harus bertindak tegas thd pembuat sampah sembarangan
Horas,

Ane sih bukane mo sok-sokan (misalnya mo jadi ustadz, motivator, hansip ato apalah hehehe),,,, cuman karena terlalu seringnya orang kehilangan nalar, tidak obyektif dan tidak ilmiah lagi (out of context, salah analogi) maka lahirlah artikel [ilmiah] seperti ini (maapin gue ye, hehehe).

Menurut ane, yang namanya menyimpang itu adalah keluar dari relnya, yaitu filosofi dasar ato asas fundamentalnya.

Ini ndak sama dengan 'berbeda pendapat', karena beda pendapat cuman masalah penafsiran dari cabangnya, bukan akarnya (pondasinya).

Nah masalah yang berkembang, orang sering ndak bisa membedakan antara akar dan cabangnya (ambigu, dualisme perspektif). Jika ada dua aliran, pondasinya sama, tapi ditafsirkan berbeda, imho, itulah yang namanya penyimpangan (cmiiw).

Contoh2 kasus penyimpangan yang harus 'dihukum' misalnya hukuman mati terhadap koruptor di Cina, hukuman terhadap provokator, hukuman partai pada kadernya atau dibannednya seorang user dari media sosial karena dianggap melanggar filosofi socmednya dll.

Terus bagaimana dengan fenomena prilaku sosial yang menyimpang dalam masyarakat? Apa perlu dihukum/ditertibkan?

Yah klo mo dibilang profesional, ya harus 'diadili' juga donk. Klo meresahkan masyarakat atau menimbulkan fitnah, masa dibiarkan ajah? Kagak tahu lagi kalo kita memilih apatis deh (amatiran style, yang penting gue selamet dah, kek gue misalnya hehe).

'Diadili' itu bisa dalam bentuk diamankan, diproses, dibina dulu secara bertahap, diarahkan & dibantu atau 'dihukum langsung'. Klo ada sengketa dua kubu, ya dua2nya yang dikenakan 'sanksi', klo emang dua2nya bersalah (yang proporsionalah).

Seperti kata sebuah ujar-ujar:
"Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya, kecuali tua dan kematian"
Nah standar patokan yang dipake (filosofinya) juga harus jelas. Tapi yang menakjubkan, seringkali kita ini memiliki dua standar (double standard), misal kita umat beragama dan bernegara, berarti standar kita adalah kitab suci dan UUD. Nah mana yang dipake?

Dus bingung-kan? Padahal dalam UUD, negara mengakui keber-agama-an kita (yang artinya UUD secara tidak langsung mengakui 'kebenaran' kitab suci kita). Nih mana yang jadi patokan?

Ngritik emang gampang,,,,tapi yang penting....keep clean riding,,,n,,,ojo dumeh...

* Bonus:
Rumus fisika: Pingin 150 km/jam, butuh tenaga berapa?

HP2 = HP1 * (V2/V1)^3

HP2 = tenaga kuda yang dibutuhkan, satuannya dk
HP1 = tenaga kuda standar, satuannya dk
V2 = kecepatan maksimum yang diinginkan, satuannya km/jam
V1 = kecepatan maksimum standar, satuannya km/jam


(sumber: bro mochyuga)

Kapan2 mo dibuat aplikasinya (under-windows) kira2 spt ini:
motocalc software download image
Zoom in to view of screenshot

1 komentar:

XHTML: Anda dapat menggunakan tag-tag ini (untuk menambahkan link dst): a href="",b,strong,del,i,strike

You may also like

Baca juga

You may also like

LinkWithin